Makassar – Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Universitas Hasanuddin mengadakan “Wallace 200: Wallacea Science Symposium”. Perhelatan akademik bertaraf internasional ini berlangsung di Makassar dan Maros (13-15/8)
Acara ini menyajikan serangkaian presentasi ilmiah oleh para ilmuwan terkemuka dalam berbagai bidang baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Kegiatan ini terbagi dalam beberapa sesi yaitu plenary session, parallel session, diskusi buku hingga pameran foto yang terkait dengan Wallace.
Plenary session terbagi dalam tujuh bagian yaitu pertama science-capitalizing Indonesia’s megabiodiversity, lalu land and water. Sesi ke tiga diberi tema people dan ke empat culture. Lalu sesi kelima yaitu The Wallacea Institute and The Future sebagai penutup simposium di hari pertama. Pada hari kedua, terdapat 2 sesi yaitu sesi Wallacea Culture, Nature, and Nurture, dan sesi Advancing Science in Wallacea Region.
Beberapa tokoh terkemuka dalam dunia akademik turut hadir seperti Prof. Jatna Supriatna, Prof. Daniel Murdiyarso, Prof. Sangkot Marzuki dan Dr. Bagus Muljadi. Selain itu akademisi dari luar negeri juga turut menghadiri kegiatan ini seperti Prof. Adam Brumm dari Griffith University, Dr. David Mitchel dari Australia, dan Dr. Matthew Struibig dari Universitas of Kent.
Pada diskusi panel baik plenary session dan parallel session diberikan waktu untuk sesi tanya jawab bagi setiap peserta. Tujuannya agar memberikan peluang bagi peserta untuk mendalami pemahaman tentang evolusi, keanekaragaman hayati, dan kontribusi Wallace yang dipresentasikan oleh para pembicara.
Sebelumnya, di hari pertama, para peserta dan pembicara diajak berkeliling menelusuri jejak kaki Alfred Russel Wallace di Maros. “Di hari pertama kami mengajak semuanya untuk melihat lokasi di mana Wallace melakukan penelitian di masa lalu,” terang Siti Halimah selaku ketua panitia.
Prof. Adi Maulana selaku Wakil Rektor IV yang juga turut menginisiasi kegiatan ini menyebutkan kalau kegiatan ini tidak hanya terbatas di ruang waktu saat ini saja. “Kegiatan ini menjadi perayaan ilmiah yang menggabungkan pemikiran masa lalu, melihat yang saat ini dan membayangkan masa depan dalam evolusi dan ilmu hayati” jelasnya. “
Selain itu, simposium ini menjadi forum pertukaran informasi hasil riset terkini di bidang biodiversitas dan endemisitas khususnya di Kawasan Wallacea. Hal ini ditunjukkan dimulai dengan hadirnya Pusat Kolaborasi Mikroba Karts. Lembaga ini merupakan kerjasama antara Unhas dan BRIN.
Tujuan utama adanya Pusat Kolaborasi Riset Mikroba Karst yaitu menjadi rujukan penelitian dan pengembangan mikroba karst potensial. Diantaranya sebagai pangan, endofit pemicu senyawa bioaktif pada tumbuhan berkhasiat obat dan biofertilizer untuk rehabilitasi kawasan karst terdegradasi.












